Kamis, 22 Desember 2016

Liburan Marathon Bandung the Lodge Maribaya,Dusun Bambu,Gazibu



Foto diatas lah yg membuat bu polda a.k.a istriku selalu memanaskan kuping dengan kicauannya mengajak untuk ke tempat itu, katanya sih tau dari instagram yg biasa org bilang ngehits di instagram. Akhirnya aku nyerah jg dengan serangan demi serangan dari kanan kiri istriku yang trus memanaskan kuping. Mulai lah cari tau apa sih nama tempat itu,ternyata namanya The Lodge Maribaya. Saatnya kita berangkat...

Minggu siang mulailah perjalanan dari rumah yang diawali istriku dikemudi dikarenakan aku baru saja pulang pagi dari kerja malam (maklum aku bekerja di bandara yang tak kenal siang atau malam),perjalanan tak seterusnya mulus ditengah jalan si abang rewel dan mau dengan mamahnya (mungkin dia ngantuk),alhasil melipir lah si putih ke rest area Km19 tol cikampek untuk pergantian posisi. perjalanan kami lanjutkan menuju kota bandung via tol purbaleunyi,perjalanan ke bandung kali ini tergolong lancar dari biasanya terbukti di pintu tol cikarang utama hanya sedikit antrian,begitu jg di tol purbaleunyi yg lancar jaya.

Selamat Datang di bandung,begitulah tulisan yang terpampang besar di baliho sebelum keluar tol Pasteur, dan seperti biasa keluar tol pasteur macet efek lampu merah Pasteur. Tujuan awal kita adalah mengisi perut dimana cacing-cacing dlm perut sdh bermain drumband,setelah berunding dengan bu polda ditentukan lah kami makan di Nasi Bancakan "Mang Barna" yang sudah terkenal diseantero Bandung dengan ciri khas sundanya, kami pun terus menyusuri jembatan pasoepati yang ikonik di kota Bandung sampai berbelok kanan di lampu merah tepat depan lapangan gazibu, dan ternyata lapangan gazibu sudah mulai dibuka untuk umum, karena sebelumnya berkunjung ke bandung lapangan gazibu masih ditutup karena sedang tahap renovasi. Memang kalo kita perhatikan kota Bandung semenjak dipimpin oleh Bapak Walikota Ridwan Kamil belakangan ini rajin berbenah terbukti dari banyaknya dibangun taman-taman tematik seperti taman jomblo dan taman lansia di sekitar Kota Bandung. Hal itu pula yang membuat Kota Bandung ini seperti mempunyai Magnet menarik wisatawan dalam negeri bahkan sampai wisatawan asing.

Sampai juga di Nasi Bancakan "Mang Barna", benar saja seperti yang orang bilang tempat makan ini selalu ramai,disaat kita baru sampai didepan sudah berjejer bus-bus pariwisata yang aku tau berasal dari daerah di luar Bandung. Selesai memarkirkan mobil kami masuk ke dalam dan langsung ikut mengantri yg memang antriannya amat sangat panjang, mungkin karena kami datang bertepatan dengan rombongan wisata yang bus nya terparkir di depan. aku dan abang memilih untuk mencari tempat dikhawatirkan kami tak kebagian tempat dan istriku masih tetap pada jalur antrian. Sambil menunggu istriku yg sangat antusias mengantri makanan, aku memperhatikan sekeliling rumah makan itu, tepat di belakang aku duduk ada stand kue balok sekilas aku teringat sinetron tv Preman Pensiun, ya...salah satu tokoh di sinetron itu Kang Komar sangat menyukai kue balok. Ada yang menarik dari rumah makan ini, mereka menggunakan piring dan gelas dari seng, terlihat dari para pengunjung yg sedari tadi lewat didepanku, sudah lama sekali aku tidak melihat piring itu.

Tak lama kemudian bu polda datang membawa makanan yang aku perhatikan memang kental dengan masakan sundanya, tanpa menunggu lama kitapun menyantap hidangan di meja, sambalnya yg mentah semakin menguatkan aroma sundanya, tapi sayang semua lauknya disajikan dingin, hanya nasinya yg masih hangat, aku tidak akan banyak mengulas tentang rasa masakan rumah makan ini, karena aku kurang begitu peka dengan cita rasa makanan. Selesai makan dan masih ditempat yang sama kami mulai mencari-cari hotel di aplikasi yang kami download, karena tujuan awal kami besok adalah lembang dan setelah berbagai macam pertimbangan dari lokasi, budget, rating kami tentukanlah Vio Hotel Westhoff Pasir Kaliki tempat kami bermalam malam ini, kami pikir hotel itu pilihan yang tepat.




Perut sudah terisi kami pun menuju hotel untuk check in,mandi,sholat, dan istirahat sejenak. Fyi di Bandung ini banyak tersebar hotel Vio terbukti kemanapun kita berjalan pasti selalu melihat hotel Vio. hotel budget yang satu ini cukup memuaskan ya,dengan 250k anda sudah mendapatkan fasilitas 2 twin bed yg terlihat lebih besar dari biasanya plus satu sofa panjang yg bisa dipake tidur juga, tak ketinggalan tv dengan chanell internasional,ac,dan jg shower air panas. Buat kami ini sudah cukup hanya untuk sekedar bermalam satu malam saja, toh kami besok pagi-pagi sekali sudah harus check-out.

Mandi sudah, sholat maghrib sudah... di saat kami sedang bersantai di tempat tdr sambil menemani si abang menonton serial cartoon negeri tetangga kesukaannya, istriku terpikir dengan Upside down Bandung, aku yg kebingungan mulai paham saat istriku menceritakan apa itu Upside down, lagi-lagi aku tak bisa menolak, lagipula sayang sekali jika malam di bandung hanya berdiam diri di hotel. tak sampai 10 menit kami sdh ada di dalam mobil lagi, pasang seatbelt, aktifkan waze, siap brgkat. Upside down ini berada di daerah dipati ukur, jika dilihat di waze tidak terlalu jauh dari gd.sate. tepat pukul 19.30 kami sampai di Upside down, ternyata sudah tutup, padahal jam bukanya jam 10.00 s/d 20.00. Pupus harapan istriku untuk foto terbalik di dalam sana. selanjutnya kita menuju lapangan gazibu, Ruang Terbuka Hijau ini selalu ramai, baik yang berolahraga maupun yg hanya sekedar bersantai dan foto-foto, karena letaknya yg memang di pusat Kota Bandung dan depan ikon Jawa Barat yaitu Gedung Sate.






Puas berkeliling lapangan gazibu kami berencana untuk mencari cemilan malam, mobil pun saya arahkan menuju stasiun Bandung kata nya disana ada penjual perkedel yang selalu ramai dikunjungi pembeli mulai jam 10 malam, Perkedel Boundon namanya. tempat penjual perkedel boundon ini terpencil,berada di dalam gang dan terpaksa aku memarkirkan mobil tepat di depan pintu belakang stasiun Bandung, mulailah menyusuri gang kecil yg memang banyak wanita malam menjajakan di pinggir jalan. Sampai disitu Sayang sekali mereka belum menggoreng perkedelnya, mereka baru menggoreng bakwan jagung, mau tak mau saya hanya memakan bakwan jagungnya dan gigit jari untuk kesekian kali nya untuk mencicipi bagaimana rasa perkedelnya, "Masih lama a goreng perkedelnya bisa jam 11" saut ibu paruh baya yg duduk di dalam warung kecil yg berukuran sekitar 5x3m tersebut. kamipun memutuskan kembali ke hotel karena jam di lengan istriku sudah menunjukan angka 10. Selesai sudah petualangan kami di hari pertama Liburan Marathon Bandung ini.

Perkedelnya masih ditumbuk

Hari kedua kita sudah bangun dari jam 6 pagi dan bersiap untuk check out dan bergegas menuju lembang, tujuan utama kami yaitu The Lodge Maribaya,setelah googling arah jalan menuju kesana ada 3 opsi untuk menuju kesana, melewati jalur dago,ciumbuleuit, dan lembang. Tapi jalur lembang lah yg paling mulus jalannya. Belajar dari pengalaman arah ke lembang yg selalu macet apabila kita berangkat agak siang. Jadilah kita start jam 7 dari hotel, dan alhamdulillah jam 07.30 kami sudah sampai di depan farmhouse dan sudah melewati simpang jalan Sersan Bajuri depan terminal ledeng yang rawan macet. Kami berhenti di minimarket dekat farmhouse sembari googling kemana tempat yg harus pertama kita datangin. karena kebanyakan tempat wisata di daerah lembang buka jam 9. hanya the lodge yang buka jam 8 dan kita sepakat tempat yg paling jauh terlebih dahulu kita kunjungi, tak menunggu lama aku pun tancap gas menuju the lodge. Sampai di perempatan pasar lembang kita ambil arah lurus, arah ke the lodge kita melewati beberapa tempat wisata seperti de'ranch dan taman begonia, setelah melewati jalan berliku-liku dan naik turun akhirnya kami sampai juga di the lodge,posisi the lodge ini berada di dalam perkampungan warga,kita memasuki gang dan harus menyusuri jalan kampung untuk sampai di parkiran mobil the lodge.

Parkir mobil di the lodge bayar diawal sebesar 10ribu yg di kelola mungkin oleh pemuda setempat. sedangkan untuk tarif masuk orang 15ribu dan si abang masih gratis, begitu keluar mobil hawa sejuk maribaya lembang menyambut, memasuki pintu setelah membeli tiket terpampang semacam gapura yang biasa ada di resepsi pernikahan dengan tulisan the lodge maribaya,gapura itu biasa dijadikan spot foto pertama oleh pengunjung. memasuki gapura kita menuruni anak tangga melewati tenda-tenda camping di kanan kiri. kami tiba di the lodge pukul 08.30 jadi belum terlalu ramai pengunjung, bu polda pun langsung membeli tiket untuk foto di Sky Swing (ayunan dengan backround pohon pinus yg hits itu) seharga masing-masing 15ribu per orang tanpa mengantri karena memang blm ada antrian, saran aku lebih baik datang kesini lebih pagi agar antrian untuk foto tidak terlalu lama, karena kalo saya perhatikan tempat wisata bandung tak kenal weekend atau weekday, pasti selalu ramai. selesai foto di Sky Swing kami menuju spot foto berikutnya yaitu Sky Tree, tiket Sky Tree seharga 15ribu jg, untuk foto di Sky Tree ini kami menuruni anak tangga lg, dan lagi-lagi kami beruntung, belum ada antrian juga di Sky Tree, akhirnya bu polda langsung naik dan foto-foto. Selesai berfoto ria kami sempat duduk-duduk sebentar menikmati hawa sejuk maribaya sebelum melanjutkan perjalanan ke destinasi berikutnya.








Belum saja kami lama disitu pengunjung mulai berdatangan, padahal hari itu senin tapi pengunjung tetap ramai. kamipun tak menunggu lama untuk melanjutkan ke destinasi berikutnya Taman Bunga Begonia, kami kembali melalui jalan awal tadi arah ke lembang, the Lodge dan Taman begonia ini memang satu arah. tidak sampai setengah jam kami sudah sampai di Taman begonia, kami parkir di Tahu Sumedang depan taman begonia karena area parkir nya penuh, dan tepat di depan Tahu Sumedang itu ada pintu masuk kedua yang dijaga satpam, tiket Taman Bunga Begonia sebesar 10ribu per orang dan lagi-lagi abang pun masih gratis. Taman begonia ini mirip dengan taman bunga nusantara di puncak bogor, bunga-bunga yang di tata rapi dan di desain untuk spot foto dan berselfie ria, bedanya taman begonia ini tidak luas seperti taman bunga nusantara puncak.




Dari Taman Begonia kami melanjutkan perjalanan ke Dusun Bambu melewati Floating Market, perjalanan ditempuh lebih satu jam karena macet di pasar lembang, jam 12.30 kami sampai di Dusun Bambu, tugu bambu yang diikat entah bagaimana caranya menyambut di area drop zone, setelah memarkirkan mobil kami langsung mengantri tiket seharga 15ribu per orang untuk weekdays, tiket itu sudah termasuk menaiki wara wiri yang datang 5 mnt sekali. aku tidak akan panjang lebar membahas tentang dusun bambu ini karena sudah banyak artikel tentang tempat wisata yang satu ini. Menurut aku kesimpulan dari dusun bambu hanya Restaurant yang mempunyai desain unik dan mempunyai banyak spot foto yang menarik seperti di resto yang berbentuk sangkar burung dan purbasari (resto yang mengelilingi danau).





Dusun Bambu selesai... jam di hp aku yang lowbatt menunjukan angka 14.00, saatnya mengisi perut yg hanya terisi roti yang aku beli pagi tadi di depan minimarket farmhouse. Keluar dusun bambu kami membayar tarif mobil sebesar 15ribu, sehabis membayar aku berhenti sejenak untuk mefoto Signboard dusun bambu sembari membuka maps untuk mengetahui jalur mana yang akan kami tempuh, aku putuskan melalui jalan kolonel masturi terus melewati kampung gajah dan sersan bajuri sampai terminal ledeng guna menghindari macet di jalan setiabudhi yang biasa macet panjang dari hotel GH Universal sampai terminal ledeng. Benar saja pilihanku tepat jalur yang aku lewati mulus,sepanjang perjalanan kami disajikan penjual tanaman hias di kanan kiri jalan. Kami hanya terkena macet di cihampelas yang tak pernah absen menciptakan jalan macet ditambah sekarang sedang ada pembangunan Sky walk tepat sepanjang jalan Cihampelas.




Sampai di Kota Bandung kembali dan bu polda masih penasaran dengan Upside down,jadilah kami kembali kesana melalui layang pasoepati yang saat sore macet nya lumayan panjang. Kali ini dewi fortuna berpihak pada kami, Upside down masih buka karena memang hari masih sore, biarpun diguyur hujan tetapi tak mematahkan semangat bu polda untuk berkunjung kesana. Upside down ramai diperbincangkan di media sosial sampai media tv dimana dunia serasa terbalik apabila kita masuk kedalamnya. HTM Upside down 100ribu dewasa dan 50ribu anak-anak. Lega sudah dahaga bu polda untuk foto di Upside down ibaratkan seseorang yang tersesat di gurun pasir menemukan Oasis. Liburan Marathon Bandung pun selesai dan ditutup dengan bersantap sore di Rumah Makan Ampera di Jl. Phh.Mustofa yang sempat tertunda karena keinginan bu polda mampir ke Upside down, Tepat pukul 17.05 mobil kami sudah kembali mengaspal di jalan Tol Purbaleunyi dan tak lupa singgah di rest area KM97 untuk sholat dan membeli oleh-oleh. Selesai